Aku masuk kembali ke ruangan dimana Fifine ada di kamar mandi dan terdengar suara shower dikamar mandi meyala. Aku bisa mendengarnya karena pintu kamar mandi tidak ditutup. Tak lama kemudian, shower terdengar berhenti dan Fifine keluar hanya mengenakan kancut dan tidak ber-bra. Ganti aku yg masuk ke kamar mandi, aku hanya membersihkan tubuhku. Keluar dari kamar mandi, Fifine berbaring diranjang dengan bertelanjang dada.
“Kenapa Fin, lemes ya di Entot Erick”, kataku.
“Lebih enak ngentot sama om, kontol om lebih besar dan keras”, jawab Fifine seraya mengecup kontol ku yang memang sengaja kubiarkan terbuka.“Malem ini kita ngentot lagi ya om”. Hebat banget Fifine, gak ada matinya. Pengennya di Entot terus.“Ok aja, tapi sekarang kita cari makan dulu ya, biar ada tenaga ngentot lagi nanti malem sampe Fifinie pingsan”, candaku sambil berpakaian.
Fifine pun mengenakan pakaiannya dan kita pergi
mencari makan malem. Kembali ke rumah sudah hampir tengah malem, tadi
kita selain makan-makan juga dugem-an dulu.
Di kamar kita langsung melepas pakaian
masing-masing dan bergumul diranjang. Tangan Fifine bergerak
menggenggam kontol ku. Aku melenguh seraya menyebut namanya. Aku
meringis menahan remasan lembut tangannya pada kontol ku. Fifine mulai
bergerak turun naik menyusuri kontol ku yang sudah teramat keras.
Sekali-sekali ujung telunjuknya mengusap kepala kontol ku yang sudah
licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kembali aku melenguh
merasakan ngilu akibat usapannya. Kocokannya semakin cepat.
Dengan lembut aku mulai meremas-remas
payudaranya. Tangan Fifine menggenggam kontol ku dengan erat. Putingnya
kupilin2. Fifine masukan kontol ku kedalam mulutnya dan mengulumnya.
Aku terus menggerayang payudaranya, dan mulai menciumi payudaranya.
Napsuku semakin berkobar. Jilatan dan kuluman Fifine pada kontol ku
semakin mengganas sampai-sampai aku terengah-engah merasakan kelihaian
permainan mulutnya.
Aku
membalikkan tubuhnya hingga berlawanan dengan posisi tubuhku. Kepalaku
berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah
berada dalam posisi enam sembilan! Lidahku menyentuh Memeknya dengan
lembut. Tubuhnya langsung bereaksi dan tanpa sadar Fifine menjerit
lirih. Tubuhnya meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidahku di Memeknya. Kedua pahanya mengempit kepalaku seolah ingin membenamkan wajahku ke dalam Memeknya. kontol ku kemudian dikempit dengan payudaranya dan digerakkan maju mundur, sebentar.
Aku menciumi bibir Memeknya,
mencoba membukanya dengan lidahku. Tanganku mengelus paha bagian
dalam. Fifine mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakinya yang
tadinya merapat. Aku menempatkan diri di antara kedua kakinya yang
terbuka lebar. kontol kutempelkan pada bibir Memeknya. Kugesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun. Fifine merasa ngilu bercampur geli dan nikmat.
Memeknya
yang sudah banjir membuat gesekanku semakin lancar karena licin.
Fifine terengah-engah merasakannya. Aku sengaja melakukan itu. Apalagi
saat kepala kontol ku menggesek-gesek i tilnya yang juga sudah
menegang.
“Om.?” panggilnya menghiba.“Ya Fin”, jawabku sambil tersenyum melihatnya tersiksa.“Cepetan..” jawabnya. Aku sengaja mengulur-ulur dengan hanya menggesek-gesekan kontol. Sementara Fifine benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahinya.“Fifine pengen banget ngentot om!”, katanya.
Fifine melenguh merasakan desakan kontol ku
yang besar itu. Fifine menunggu cukup lama gerakan kontol ku memasuki
dirinya. Serasa tak sampai-sampai. Maklum aja, selain besar, kontol ku
juga panjang. Fifine sampai menahan nafas saat kontol ku terasa mentok
di dalam, seluruh kontol ku amblas di dalam. Aku mulai menggerakkan
pinggulnya pelan2. Satu, dua dan tiga enjotan mulai berjalan lancar.
Semakin membanjirnya cairan dalam Memeknya
membuat kontol ku keluar masuk dengan lancarnya. Fifine mengimbangi
dengan gerakan pinggulnya. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama
enjotanku.
Gerakan kami semakin lama semakin meningkat
cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang
penting enjotanku mencapai bagian-bagian peka di Memeknya. Fifine
bagaikan berada di surga merasakan kenikmatan yang luar biasa ini.
kontol ku menjejali penuh seluruh Memeknya, tak ada sedikitpun ruang
yang tersisa hingga gesekan kontol ku sangat terasa di seluruh dinding
Memeknya. Fifine merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua
kenikmatan ini. Fifine mengakui keperkasaan dan kelihaianku di atas
ranjang. Yang pasti Fifine merasakan kepuasan tak terhingga ngentot
denganku.
Aku bergerak semakin cepat. kontol ku
bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitivenya. Fifine meregang tak
kuasa menahan napsuku, sementara aku dengan gagahnya masih mengayunkan
pinggulku naik turun, ke kiri dan ke kanan. Erangannya semakin keras.
Melihat reaksinya, aku mempercepat gerakanku. kontol ku yang besar dan
panjang itu keluar masuk dengan cepatnya. Tubuhnya sudah basah
bermandikan keringat. Aku pun demikian. Fifine meraih tubuhku untuk
didekap. Direngkuhnya seluruh tubuhku sehingga aku menindih tubuhnya
dengan erat. Fifine membenamkan wajahnya di samping bahuku. Pinggul nya
diangkat tinggi-tinggi sementara kedua tangannya menggapai pantatku
dan menekannya kuat-kuat.
Fifine meregang. Tubuhnya mengejang-ngejang.
“OM!”, hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya saking dahsyatnya
kenikmatan yang dialaminya nersamaku. Aku menciumi wajah dan bibirnya.
Fifine mendorong tubuhku hingga terlentang. Dia langsung menindihku dan
menciumi wajah, bibir dan sekujur tubuhku. Kembali diemutnya kontol ku
yang masih tegak itu. Lidahnya menjilati, mulutnya mengemut. Tangannya
mengocok-ngocok kontol ku. Belum sempat aku mengucapkan sesuatu,
Fifine langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan
masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuhku. Memeknya berada persis di atas kontol ku. “Akh!” pekiknya tertahan ketika kontol ku dibimbingnya memasuki Memeknya.
Tubuhnya turun perlahan-lahan, menelan seluruh
kontol ku. Selanjutnya Fifine bergerak seperti sedang menunggang kuda.
Tubuhnya melonjak-lonjak. Pinggulnya bergerak turun naik.
“Ouugghh.. Fin.., luar biasa!”
jeritku merasakan hebatnya permainannya.
Pinggulnya mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Tanganku
mencengkeram kedua payudaranya, kuremas dan dipilin-pilin. Aku lalu
bangkit setengah duduk. Wajah kubenamkan ke dadanya. Menciumi putingnya.
Kuhisap kuat-kuat sambil kuremas-remas. Kami berdua saling berlomba
memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan panasnya udara meski kamar
menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi
lengket satu sama lain. Fifine berkutat mengaduk-aduk pinggulnya. Aku
menggoyangkan pantatku. Tusukan kontol ku semakin cepat seiring dengan
liukan pinggulnya yang tak kalah cepatnya.
Permainan kami semakin meningkat dahsyat. Sprei
ranjang sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling
terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah
liar dan tak terkendali. Aku merasa pejuku udah mau nyembur. Aku
semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Tak selang
beberapa detik kemudian, Fifine pun merasakan desakan yang sama. Fifine
terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku mulai mengejang,
mengerang panjang. Tubuhnya menghentak-hentak liar. Akhirnya, pejuku
nyemprot begitu kuat dan banyak membanjiri Memeknya.
Fifine pun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam dirinya.
Sambil mendesakan pinggulnya kuat-kuat, Fifine berteriak panjang saat
mencapai puncak kenikmatan berbarengan denganku. Tubuh kami bergulingan
di atas ranjang sambil berpelukan erat.
“Om, Uenaaaaaakkkk!” jeritnya tak tertahankan.
Fifine lemas terkulai dan tak bergerak, dengan begitu banyak cairan lendir berwarna putih disekitar memeknya
entah tertidur atau pingsan. Tenagaku pun terkuras habis dalam
pergulatan yang ternyata memakan waktu hampir semalaman, dan kulihat
waktu hampir menunjukan jam setengah 6 pagi. Akhirnya akupun tertidur
kelelahan dengan memeluk Fifine erat-erat dari belakang.